Jumat, Oktober 31, 2008

Penyakit Menular Langsung

Diare
Penyakit Diare masih merupakan penyebab utama kematian pada balita. Angka kesakitannya yang dilaporkan dari sarana kesehatan dan kader per 1.000 penduduk dimana terlihat adanya kecenderungan menurun sejak tahun 1993 yaitu dari 28,77 per 1.000 penduduk menurun menjadi 21,22 per 1.000 penduduk pada tahun 1996. Akan tetapi terjadi sebaliknya dengan angka kematiannya per 100 penderita (CFR), justru terlihat meningkat dari tahun 1993 yaitu dari 0,015 menjadi 0,022 pada tahun 1996.
Berdasarkan hasil pemantauan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit diare yang dilaporkan, dari 19 propinsi di Indonesia pada tahun 1995, telah terjadi KLB di 64 kabupaten, dengan jumlah penderita 8.011 orang, meninggal 360 orang (CFR nya 4,5%). Pada tahun 1996 ini KLB diare terjadi di 59 Kabupaten, dengan jumlah penderita 8.584 orang dengan jumlah kematian 208 orang ( CFR = 2,4 % ). Sedangkan angka kesakitan diare di daerah Transmigrasi di 18 Propinsi yang melaporkan pada tahun 1996 menunjukkan bahwa angka kesakitan diare per 1000 penduduk tertinggi ada di propinsi DI Aceh (69,54) , propinsi Sumatera Barat ( 48,87) menyusul propinsi Irja (40,73) dan terkecil adalah propinsi Sulawesi Tenggara ( 2,11).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Subdit P2 Diare, episode diare Balita adalah sekitar 1,6 - 2,2 kali pertahun dan angka kesakitan untuk seluruh golongan umur adalah sekitar 230 - 330 per 1000 penduduk. Angka kesakitan diare akan cenderung menurun dengan adanya intervensi pencegahan yang efektif seperti : Upaya untuk meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI), kebiasaan cuci tangan, penyediaan dan penggunaan air bersih, penggunaan jamban yang benar, imunisasi campak. Angka kesakitan diare masih mengalami fluktuasi, mengingat banyaknya faktor- faktor yang mempengaruhi dan masih memerlukan waktu untuk peningkatannya seperti keadaan sanitasi lingkungan, sosial ekonomi sosial budaya serta faktor gizi, dari penjamunya sendiri.
Kusta
Prevalensi penyakit kusta dari tahun ke tahun cenderung menurun. Pada tahun 1990 prevalensinya sebesar 5,9 per 10.000 penduduk, menurun menjadi 0,64 per 10.000 penduduk pada tahun 1996.
Target yang dicanangkan adalah untuk melakukan pemberantasan secara intensif dengan menurunkan prevalensi <> 1 per 10.000 penduduk.
Framboesia
Upaya pemberantasan penyakit Framboesia ditujukan untuk mempercepat penurunan angka prevalensi pada fokus-fokus Framboesia, sehingga semua propinsi diharapkan harus bebas dari penyakit Framboesia pada tahun 2000. Pada tahun 1995/1996 yang lalu ditemukan 244 penderita di 6 propinsi, yang meliputi 74 kabupaten daerah penanggulangan, sedangkan pada tahun 1996/1997 ditemukan 337 penderita di 7 propinsi dan meliputi 55 kabupaten daerah penanggulangan. Angka prevalensi tertinggi terdapat di daerah Propinsi Irian Jaya yaitu sebesar 17 per 100.000 penduduk. Kenaikan jumlah kasus ini disebabkan oleh karena bersamaan dengan pelaksanaan PIN (Pekan Imunisasi Nasional) dapat menjangkau daerah sulit yang selama ini tidak terjangkau oleh petugas. Petugas PIN sekaligus dibekali obat Framboesia untuk menjangkau daerah sulit tersebut.
Angka prevalensi per 100.000 penduduk sejak awal Pelita III sampai dengan tahun ke tiga Pelita VI menunjukkan penurunan yang cukup bermakna.
Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)
Virus AIDS yang disebut HIV penyebarannya tidak mengenal batas daerah maupun wilayah. Perkembangan kasus AIDS dan infeksi HIV di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Sejak tahun 1987 perkembangan jumlah kasus baru AIDS maupun HIV+ berdasarkan tahun pelaporan terlihat cenderung meningkat pada setiap tahunnya.
Berdasarkan jenis kelamin pengidap AIDS/HIV+ yang dilaporkan secara kumulatip terlihat bahwa terbanyak diderita oleh Laki-laki sebesar 64,6 % dan Perempuan sebesar 31,9 %, sedangkan 3,5 % lainnya tidak diketahui jenis kelaminnya.
Apabila ditinjau distribusi menurut kelompok umur terlihat bahwa kelompok usia produktif menduduki proporsi terbesar, yaitu berturut-turut kelompok usia 20-29 tahun (45,74 %), kemudian kelompok umur 30 - 39 tahun ( 27,71%) dan kelompok umur 40 - 49 tahun ( 9,35 %) , sedangkan pada kelompok umur < 1 tahun dan 1 - 4 tahun masing-masing sebesar 0,33 %.
Sedangkan bila ditinjau dari faktor risiko kasus AIDS/HIV+ terlihat bahwa terbanyak adalah karena hubungan seksual baik berupa Heteroseksual (67,61 %) maupun Homo/biseksual (15,69%), sedangkan terkecil adalah melalui Tranfusi darah dan Hemofilia masing-masing sebesar 0,33%. Untuk 2 kasus AIDS dengan faktor risiko Transfusi darah diperkirakan adalah akibat menjalani transfusi darah diluar negeri.
Penyebaran penyakit AIDS dan infeksi HIV menurut laporan terakhir (s.d. Oktober 1997) telah menyebar ke 22 propinsi. Jumlah kasus penderita AIDS dan pengidap HIV+ terbesar terdapat di Propinsi DKI Jakarta (29,87%), menyusul Propinsi Irian Jaya (25,38%), Riau (9,52 %), Jawa Timur ( 7,0%) dan Bali (6,85%) sedangkan 21,38 % terdapat di propinsi lain. (Kelima propinsi tersebut merupakan daerah yang mempunyai "Contact Rate" cukup tinggi dengan kunjungan orang asing,).
Dari jumlah kasus AIDS/HIV+ yang ada di Indonesia, bila dilihat status kebangsaannya terlihat bahwa sebagian besar pengidap AIDS/HIV+ adalah mempunyai kebangsaan Indonesia (68,61%) dan sebanyak 28,55 % adalah kebangsaan Asing, sisanya tidak diketahui (2,84 % ).
Sementara itu jumlah kumulatif penderita AIDS yang telah meninggal dunia sebanyak 82 orang dari 152 kasus AIDS yang dilaporkan ( dengan perincian 37 orang di Propinsi DKI Jakarta, 17 orang di Irian Jaya, 8 orang di Jawa Barat, masing-masing 6 orang di Bali dan Jawa Timur , masing-masing 2 orang di Sulawesi Utara, Sumatera Utara dan Maluku danmasing-masing 1 di Sumatera Selatan dan Jawa Tengah.
Sifilis
Penyakit sifilis adalah salah satu Penyakit Menular Seksual (PMS) yang termasuk di dalam program Pemberantasan Penyakit Kelamin. Dari laporan kegiatan sero survei penyakit AIDS yang telah dilaksanakan di 26 propinsi pada tahun 1995/1996 memperlihatkan hasil bahwa dari spesimen sampel darah yang diperiksa STS (Skrining Test Sifilis), kelompok Penderita PMS Pria menunjukkan persentase yang paling tinggi yaitu sebesar 28,8% diantaranya positif menderita sifilis disusul kemudian kelompok Waria sebesar 22,6%.
Pada tahun 1996 angka kesakitan penyakit sifilis yang dilaporkan dari Puskesmas dan Rumah Sakit menunjukkan adanya penurunan jika dibandingkan dengan keadaan pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu dari 4,71 per 100.000 penduduk pada tahun 1993 menjadi 2,1 per 100.000 penduduk. Propinsi dengan angka kesakitan tertinggi adalah Irian Jaya yaitu 15,3 per 100.000 penduduk, lebih rendah dari kondisi sebelumnya yaitu 45,3 per 100.000 penduduk.
Infeksi Gonokok
Infeksi gonokok merupakan salah satu jenis penyakit kelamin. Dari hasil Sistem Surveilens Terpadu (SST) tahun 1992 sampai dengan 1996 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita gonorrhoea memeriksakan diri ke Puskesmas bila dibandingkan dengan yang datang ke Rumah Sakit.
Bila dilihat angka insidensnya sejak tahun 1992 sampai tahun 1996 tampak ada kecenderungan untuk menurun dimana pada tahun 1992 sebesar 23,45 per 100.000 penduduk kemudian menurun hingga menjadi 11,1 per 100.000 penduduk pada tahun 1996.
Tuberkulosa
Penyakit tuberkulosa masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Menurut Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 angka kesakitan tuberkulosa menempati urutan ke-8, sedangkan sebagai penyebab kematian menempati urutan ke-3 pada tahun 1986 dan menempati urutan ke-2 pada tahun 1992 setelah penyakit kardiovaskuler serta urutan ke-1 pada kelompok penyakit infeksi. Secara simulasi epidemiologi, maka prevalensi pada awal Pelita VI telah diestimasikan sebesar 24 per 10.000 penduduk. Selanjutnya keadaan ini memberikan gambaran bahwa penderita TB paru menular saat ini terdapat 450.000 orang dan setiap tahunnya penderita baru akan bertambah sebesar 8 per 10.000 penduduk yaitu 150.000 penderita.
Sementara itu angka kesakitan penderita TB Paru BTA+ umur >14 tahun di Indonesia per 10.000 penduduk (>14 tahun) dari tahun 1992 sampai dengan 1996 cenderung menurun yaitu 10 pada tahun 1992 menurun menjadi 3,43 pada tahun 1996 Selain informasi data puskesmas yang dibuat berdasarkan kunjungan, maka berikut ini dibuat analisa berdasarkan pengobatan oleh puskesmas dimana angka kesembuhan rata-rata pada tahun 1992/93; 1993/94 dan 1994/95 masing-masing 72,19% (data dari 23 propinsi), 79,93% (data dari 26 propinsi) dan 69,18% (data dari 19 propinsi). Secara program angka kesembuhan ini belum mencapai target yang ditetapkan yaitu angka kesembuhan yang baik adalah minimal adalah 85%.
Dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course), diharapkan dapat menghasilkan kepatuhan berobat, sehingga target angka kesembuhan dapat dicapai minimal 85 %.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Didasarkan pada tingginya angka kematian dan kesakitan ISPA pada kelompok umur balita, maka keberhasilan upaya program P2 ISPA dapat mempunyai daya ungkit dalam penurunan angka kematian bayi di Indonesia. Oleh karena itu pelaksanaan program P2 ISPA pada Repelita VI diprioritaskan pada kelompok usia balita dalam bentuk upaya penanggulangan penyakit Pnemonia (Program ISPA UP3B).
Jumlah kasus Pnemonia pada balita yang dilaporkan berobat di puskesmas dan rumah sakit di Indonesia selama tiga tahun terakhir (tahun 1994 - 1996) berdasarkan laporan SST (Sistem Surveilans Terpadu), dari jumlah kasus rawat inap yang dilaporkan menunjukkan bahwa kasus Pnemonia pada balita umur <1 tahun setiap tahunnya lebih besar dibanding kasus pada balita umur 1 - 4 tahun. Sedangkan pada kasus Pnemonia rawat jalan yang dilaporkan menunjukkan bahwa kasus Pnemonia pada balita <1 tahun setiap tahunnya lebih rendah dibanding dengan kasus pada balita umur 1 - 4 tahun.
Jumlah kasus Pnemonia pada balita yang dilaporkan selama kurun waktu 6 (enam) tahun dari tahun 1990 cenderung meningkat yaitu dari 15,99 per 10.000 balita pada tahun 1990 menjadi 138,368 per 10.000 balita tahun 1996. Hal ini kemungkinan karena pencatatan dan pelaporan dari penemuan kasus pneumonia menjadi semakin baik.
Kasus Pnemonia pada semua umur juga terlihat cenderung naik dari tahun 1990 sampai dengan tahun 1993 yaitu dari 5 per 10.000 penduduk menjadi 24,4 per 10.000 penduduk, selanjutnya terlihat menurun menjadi 21,7 per 10.000 penduduk pada tahun 1996

sumber: http://bankdata.depkes.go.id/Profil/INDO97/CONTENS/DERAJAT/p2ml.htm.

Tidak ada komentar: